Sejarah korupsi memang setua usia  manusia. Ketika manusia mengenal relasi sosial berbasis uang atau  barang, maka ketika itu sebenarnya sudah terjadi yang disebut korupsi.  Hanya saja memang kecanggihan dan kadar korupsinya masih sangat  sederhana. Akan tetapi sejalan dengan perubahan kemampuan manusia, maka  cara melakukan korupsi juga sangat variatif tergantung kepada bagaimana  manusia melakukan korupsi tersebut. Jadi, semakin canggih manusia  merumuskan rekayasa kehidupan, maka semakin canggih pula pola dan model  korupsinya.
Untuk menemukan penyebab korupsi, maka  saya ingin menggunakan konsepsi Alfred Schutz tentang because motive  atau disebut sebagai motif penyebab. Di dalam konsepsi ini, maka dapat  dinyatakan bahwa tindakan manusia ditentukan oleh ada atau tidaknya  faktor penyebabnya. Maka seseorang melakukan korupsi juga disebabkan  oleh beberapa faktor penyebab. Faktor penyebab itulah yang disebut  sebagai motif eksternal penyebab tindakan.
Manusia dewasa ini sedang hidup di  tengah kehidupan material yang sangat mengedepan. Dunia kapitalistik  memang ditandai salah satunya ialah akumulasi modal atau kepemilikan  yang semakin banyak. Semakin banyak modal atau akumulasi modal maka  semakin dianggap sebagai orang yang kaya atau orang yang berhasil. Maka  ukuran orang disebut sebagai kaya atau berhasil adalah ketika yang  bersangkutan memiliki sejumlah kekayaan yang kelihatan di dalam  kehidupan sehari-hari. Ada outward appearance yang tampak di dalam  kehidupan sehari-harinya. Cobalah kalau kita berjalan di daerah-daerah  yang tergolong daerah komunitas kaya, maka hal itu cukup dilihat dengan  seberapa besar rumahnya, di daerah mana rumah tersebut, dan apa saja  yang ada di dalam rumah tersebut. Di Surabaya ini, maka dengan mudah  dapat diketahui bahwa ada perumahan yang tergolong sebagai perumahan  ”elit”. Datanglah di perumahan Darma Husada Indah, maka akan terpampang  bagaimana rumah kaum elit di negeri ini. Dan inilah gambaran kesuksesan  atau keberhasilan kehidupan.
Di tengah kehidupan yang semakin  sekular, maka ukurannya adalah seberapa besar seseorang bisa mengakses  kekayaan. Semakin kaya, maka semakin berhasil. Maka ketika seseorang  menempati suatu ruang untuk bisa mengakses kekayaan, maka seseorang akan  melakukannya secara maksimal. Di dunia ini, maka banyak orang yang  mudah tergoda dengan kekayaan. Karena persepsi tentang kekayaan sebagai  ukuran keberhasilan seseorang, maka  seseorang akan mengejar kekayaan  itu tanpa memperhitungkan bagaimana kekayaan tersebut diperoleh.
Dalam banyak hal, penyebab seseorang  melakukan korupsi adalah karena ketergodaannya akan dunia materi atau  kekayaan yang tidak mampu ditahannya. Ketika dorongan untuk menjadi kaya  tidak mampu ditahan sementara akses ke arah kekayaan bisa diperoleh  melalui cara berkorupsi, maka jadilah seseorang akan melakukan korupsi.  Jadi, jika menggunakan cara pandang penyebab korupsi seperti ini, maka  salah satu penyebab korupsi adalah cara pandang terhadap kekayaan. Cara  pandang terhadap kekayaan yang salah akan menyebabkan cara yang salah  dalam mengakses kekayaan. Korupsi dengan demikian kiranya akan terus  berlangsung, selama masih terdapat kesalahan tentang cara memandang  kekayaan. Semakin banyak orang salah dalam memandang kekayaan, maka  semakin besar pula kemungkinan orang akan melakukan kesalahan dalam  mengakses kekayaan.
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar