Ethical Governance
Dominasi
kapitalisme sangat kental ditemukan dalam pola governance korporasi di awal
abad ke 19. Pertumbuhan secara perlahan dari serikat pekerja selama paruh
pertama abad ini mulai mengimbangi dominasi perusahaan yang sebelumnya mampu
menekan tingkat upah dalam upaya memenangkan persaingan bisnis.Mulai paruh abad
ke-19 kekuatan serikat pekerja semakin besar danbertumbuh sedemikian rupa.
Fenomena ini menambah kompleksitas Governance pada masa itu dan hal ini
ditandai dengan munculnya hubungan (axis) antara para pemegang saham dengan Board
of Director sebagai suatu bentuk respons atas meningkatnya kekuatan
serikat pekerja. Pada era tahun 1970-an, kekuatan yang mempengaruhi governance
dalam organisasi khususnya korporasi, menjadi semakin kuat. Sebagian besarwaktu
manajer pada masa ini dihabiskan untuk melakukan negosiasi dengan serikat
pekerja. Pada periode ini pula perkembangan governance pada unit bisnis
ditandai dengan berkembangnya era consumerism. Hal ini diindikasikan
dengan semakin meningkatnya persaingan antar sesama korporasi melalui
peningkatan kekuatan konsumen sebagai salah satu stakeholders dari sebuah
korporasi. Perkembangan ini membawa pengaruh signifikan terhadap iklim
pengelolaan korporasi yang ditandai dengan munculnya berbagai tantangan baru
bagiperkembangan corporate governance.
- Governance System
Corporate
governance sebagai suatu sistem membutuhkan berbagai perangkat, seperti
struktur governance (governing body and management appointment) yang
diikuti dengan kejelasan aturan main (definition of rolesand powers serta code
of conducts) dalam suatu bentuk mekanaisme (governance mechanisms) yang dapat
dipertanggung jawabkan. Pada prinsipnya hal ini dibutuhkan untuk menjamin
terjaganya kepentingan berbagai pihak yang berhubungan dengan perusahaan,
sehingga dengan berjalannya mekanisme ini, diharapkan dapat menghasilkan
dampak lanjutan yang positif terhadap perkembangan perekonomian suatu
Negara untuk tercapainya kemakmuran masyarakat (the wealth of nation) seperti
kondisi sebagaimana yang dimaksud oleh Adam Smith.
Dalam
praktiknya ada beberapa jenis system corporate governance yang berkembang di
berbagai negara. Ini mencerminkan adanya perbedaan tradisi budaya, kerangka hukum,
praktik bisnis, kebijakan, dan lingkungan ekonomik institusional dimana
sistem-sistem corporate governance yang berbeda-beda itu berkembang. Setiap
sistem memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing, dan berbagai usaha
telah dilakukan untuk mendalami faktor-faktor apa yang membuat suatu
system corporate governance efektif dan dalam kondisi seperti apa, dengan
tujuan agar negara-negara yang saat ini sedang dalam transisi dari perekonomian
komando menuju perekonomian pasar dapat memiliki panduan yang memadai.
Pembahasan mengenai berbagai system corporate governance didominasi oleh dua
isu penting :
1. apakah
perusahaan harus dikelola dengan single-board system atau two-board system.
2. apakah paraanggota Dewan
(Dewan Komisaris dan Direksi) sebaiknya terdiri atas para outsiders atau lebih
terkonsentrasi pada insiders termasuk misalnya, sejumlah kecil institusi
finansial yang memberi pinjaman kepada perusahaan, perusahaan lain yang
memiliki hubungan perdagangan dengan suatuperusahaan, karyawan, manajer dan
lain lain.
- Budaya Etika
Corporate
culture (budaya perusahaan) merupakan konsep yang berkembang dari ilmu
manajemen serta psikologi industri dan organisasi. Bidang-bidang ilmu tersebut
mencoba lebih dalam mengupas penggunaan konsep-konsep budaya dalam ilmu
manajemen dan organisasi dengan tujuan meningkatkan kinerja organisasi, yang
dalam hal ini, adalah organisasi yang berbentuk perusahaan.
Djokosantoso
Moeljono mendefinisikan corporate culture sebagai suatu sistem nilai yang
diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan, serta
dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan
dijadikan acuan berperilaku dalam organsisasi untuk mencapai tujuan perusahaan
yang telah ditetapkan.
Kalau
dikaji secara lebih mendalam, menurut Martin Hann, ada 10(sepuluh) parameter
budaya perusahaan yang baik :
1.
Pride of the organization
2. Orientation
towards (top) achievements
3. Teamwork
and communication
4. Supervision
and leadership
5. Profit
orientation and cost awareness
6. Employee
relationships
7. Client
and consumer relations
8. Honesty
and safety
9. Education
and development
10. Innovation
- Mengembangkan Struktur Etika Korporasi
Semangat
untuk mewujudkan Good Corporate Governance memang telah dimulai di Indonesia,
baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor swasta maupun
pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu organisasi yang
memiliki tata kelola yang baik sudah di stimulasi oleh Pemerintah melalui UU
Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar Akuntansi, Komite Pemantau
Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance, dan sebagainya yang pada
prinsipnya adalah membuat suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai
melalui suatu mekanisme tata kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris,
dewan direksi dan tim manajemennya. Pembentukan beberapa perangkat struktural
perusahaan seperti komisaris independen, komite audit, komite remunerasi, komite
risiko, dan sekretaris perusahaan adalah langkah yang tepat untuk meningkatkan
efektivitas "Board Governance". Dengan adanya kewajiban perusahaan
untuk membentuk komite audit, maka dewan komisaris dapat secara maksimal
melakukan pengendalian dan pengarahan kepada dewan direksi untuk bekerja sesuai
dengan tujuan organisasi. Sementara itu, sekretaris perusahaan merupakan
struktur pembantu dewan direksi untuk menyikapi berbagai tuntutan atau harapan
dari berbagai pihak eksternal perusahaan seperti investor agar supaya
pencapaian tujuan perusahaan tidak terganggu baik dalam perspektif waktu
pencapaian tujuan ataupun kualitas target yang ingin dicapai. Meskipun belum
maksimal, Uji Kelayakan dan Kemampuan (fit and proper test) yang dilakukan oleh
pemerintah untuk memilih top pimpinan suatu perusahaan BUMN adalah bagian yang
tak terpisahkan dari kebutuhan untuk membangun "Board Governance"
yang baik sehingga implementasi Good Corporate Governance akan menjadi lebih
mudah dan cepat.
- Kode Perilaku Korporasi dan Evaluasi Terhadap Kode Perilaku Korporasi (Corporate Code Of Conduct)
Code of
Conduct adalah pedoman internal perusahaan yang berisikan Sistem Nilai, Etika
Bisnis, Etika Kerja, Komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan
perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta
berinteraksi dengan stakeholders. Salah satu contoh perusahaan yang menerapkan
kode perilaku korporasi (corporate code of conduct) adalah sebagai berikut :
PT.
NINDYA KARYA (Persero) telah membentuk tim penerapan Good Corporate Governance
pada tanggal 5 Februari 2005, melalui Tahapan Kegiatan sebagai berikut :
Sosialisasi
dan Workshop. Kegiatan sosialisasi terutama untuk para pejabat telah
dilaksanakan dengan harapan bahwa seluruh karyawan PT NINDYA KARYA (Persero)
mengetahui & menyadari tentang adanya ketentuan yang mengatur kegiatan pada
level Manajemen keatas berdasarkan dokumen yang telah didistribusikan, baik di
Kantor Pusat, Divisi maupun ke seluruh Wilayah.
Melakukan
evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman.
Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan
telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005. Adapun Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
di PT NINDYA KARYA (Persero) adalah sebagai berikut :
a.
Pengambilan Keputusan bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai,
sistem, tata kerja korporat, kebijakan dan struktur organisasi.
b.
Mendorong untuk pengembangan perusahaan, pengelolaan sumber daya secara
efektif dan efisien.
c.
Mendorong dan mendukung pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang
saham dan stake holder lainnya.
Dalam
mengimplementasikan Good Corporate Governance, diperlukan instrumen-instrumen
yang menunjang, yaitu sebagai berikut :
a.
Code of Corporate Governance (Pedoman Tata Kelola Perusahaan), pedoman
dalam interaksi antar organ Perusahaan maupun stakeholder lainnya.
b.
Code of Conduct (Pedoman Perilaku Etis), pedoman dalam menciptakan
hubungan kerjasama yang harmonis antara Perusahaan dengan Karyawannya.
c.
Board Manual, Panduan bagi Komisaris dan Direksi yang mencakup
Keanggotaan, Tugas, Kewajiban, Wewenang serta Hak, Rapat Dewan, Hubungan Kerja
antara Komisaris dengan Direksi serta panduan Operasional Best Practice.
d.
Sistim Manajemen Risiko, mencakup Prinsip-prinsip tentang Manajemen
Risiko dan Implementasinya.
e.
An Auditing Committee Contract – arranges the Organization and
Management of the Auditing Committee along with its Scope of Work.
f.
Piagam Komite Audit, mengatur tentang Organisasi dan Tata Laksana
Komite Audit serta Ruang Lingkup Tugas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar